Jumat, 26 Mei 2023

Perhatiannya..... - Pengagum Audience (3)


Matahari menyambut pagi dengan cahaya hangatnya. Langit juga begitu cerah. Burung-burung bernyanyi seolah mengiringi musik alam yang indah. Nuansa pagi ini menambah semangat Fiska menjalani hari ini. Senyumnya begitu merekah berjalan keluar rumah menuju kampus. Jarak rumah Fiska dengan kampus sebenarnya lumayan jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. Namun, pagi ini dia memutuskan untuk berjalan kaki menikmati indahnya pagi. Perasaannya begitu baik, diapun memakai baju warna biru, warna favoritnya yang katanya warna yang menenangkan.

Hari ini perkuliahan Fiska berjalan seperti biasa, presentasi, tidak ada kegiatan praktikum maupun pengerjaan proyek. Kali ini giliran kelompok Hana untuk presentasi, sahabat Fiska sejak dari menempuh S1. Fiska menempati duduk di barisan depan agar bisa fokus mendengarkan presentasi sahabatnya. Tibalah kanza datang menempati barisan tepat di belakang Fiska. Betapa senang sekaligus groginya Fiska duduk di dekat Kanza.

Tiba-tiba terdengar suara Kanza memanggil Fiska,”Fiska, kalau bisa lain kali lengan bajunya diberi handsock sepertinya lebih bagus.”

“Ha? Eh, em…oh iya thanks ya uda ngingetin,” jawab Fiska dengan bingung.

“Lebih bagus lagi kalau pakai kaos kaki sekalian.”

“Kaos kaki? Em… iya, makasih ya.”

Rasanya seperti disambar petir di pagi hari. Nasehat yang singkat, padat, jelas dari Kanza sukses membuat suasana ceria di hati Fiska menjadi linglung. “Kenapa Kanza tiba-tiba menasehatinya dengan detail begitu sampai ke kaos kaki?” batin Fiska. Fiska yang masih bingung hanya mengiyakan nasehat Kanza. Nampaknya duduk di barisan tidak membuat Fiska fokus mendengarkan presentasi. Hana yang berada berhadapan dengan Fiska memperhatikan gelagat sahabatnya itu. Sepulang kuliah Hana meminta Fiska ikut naik sepeda motor berboncengan dengannya.

_________________________

“Fiska, gimana menurutmu presentasiku tadi?” tanya Hana sembari membonceng Fiska ke rumahnya.

“Ha? Emmm, eh… hehehe, bagus kok Hana. Kamu cukup percaya diri dan materi yang kamu sampaikan juga bagus.” jawab Fiska terbata-bata karena dia tidak begitu memperhatikan Hana presentasi.

“Kamu kenapa tadi diam saja? Bukannya kamu kepo dan tertarik mempelajari materiku tentang aplikasi bioinformatika?”

“Emm, cuma belum ngerti aja sih, Han. Maaf ya.”

“Harusnya kan kalau belum mengerti kamu bisa bertanya? Ini kamu malah diam melamun. Memangnya ada masalah apa?”

“Nggak ada masalah apa-apa kok, aman” jawab Fiska dengan senyum yang seadanya.

Hana menyadari ada sesuatu yang disembunyikan dari sahabatnya itu. Dia memutuskan baru akan menggali lebih jauh sesampainya di rumah Fiska.

____________________

“Mau minum apa, Han?” tanya Fiska begitu sampai rumah.

“Air putih saja, Fiska. Cuacanya lagi panas, bisa bahaya kalau aku minum es.”

Fiska mengambilkan Hana minuman sekaligus camilan di dapur, sedangkan Hana langsung dipersilahkan ke kamar Fiska. Seperti biasanya dia langsun

g merebahkan badannya ke kasur menunggu air yang dibawa Fiska.

“Ini, Hana, camilannya jangan dihabiskan ya? Bagi-bagi.” kata Fiska memperingatkan Hana agar tidak menghabiskan camilannya.

“Thanks, Fiska.”

Hana mulai mengambil posisi ternyaman untuk mendengarkan sahabatnya bercerita.

“Fiska, tadi ada apa?” Hana membuka sesi intern mereka sebagai sahabat.

“Maksudnya apa, Han?” jawab Fiska bingung.

“Jujur, setelah kamu ngobrol dengan Kanza, raut wajahmu jadi berubah. Bahkan kamu tidak konsentrasi saat aku presentasi.”

“Ah, masak sih, Han? Aman kok aman.” Fiska tetap berusaha mengelak. Dia tidak ingin sahabatnya tau perasaannya yang tak menentu sekarang. Namun, semakin berusaha ditutupi, semakin Hana ingin menggali.

“Ayolah, Fiska! Kalian duduk berhadapan denganku tadi. Semua terlihat amat jelas. Kalau memang kamu tidak mau bercerita sekarang tidak apa sih. Asal nanti jangan hubungi aku pas lagi galau-galaunya doang ya.”

Fiska merasa malu pada Hana. Perlahan dia mulai membuka ceritanya dengan teguran nasehat yang diberikan Kanza hari ini.

“Gitu ceritanya, Han.”

“Lalu apa yang membuat raut wajahmu berubah seketika saat ditegur? Kamu sedih? Bingung? Kenapa?

“Entah, aku sebenarnya senang dinasehati. Itukan berarti tanda orang tersebut peduli denganku. Cuma aku merasa ada rasa malu dengan nasehat Kanza tadi. Apalagi teguran itu menyangkut hal yang seharusnya aku tutupi kan?”

“Iya sih, yak an wajar kalau dia menegurmu karena memang katamu dia akan religious walaupun pembawaannya seperti itu.”

“Iya, Han. Entah perasaanku berkecamuk, Han. Senang iya, sedih dan malu juga iya.”

“Em,, kamu suka ya sama Kanza?”

“Eh, apaan sih, Han.” Fiska mengelak.

“Ah sudah lah, jujur coba. Nasehat yang begitu saja bikin moodmu hari ini berubah, konsentrasimu buyar seketika.”

“Hmmm, iya mungkin, Han. Sejak kejadian presentasi itu perhatianku jadi lebih tertuju padanya. Apalagi sejak kami dipasangkan dalam proyek yang sama, kami lebih intens ngobrol, aku jadi lebih mengenal dia. Semakin dia bercerita aku semakin kagum, Han. Pribadinya yang santai, santun, berilmu dunia dan ilmu akhirat membuat pintu hatiku perlahan terbuka. Sebenarnya aku tidak tau apa Kanza juga merasakan hal yang sama atau tidak. Ketika dia menegurku tadi ada sisi dalam diriku yang mengatakan bahwa itu wujud kasih sayang Kanza terhadapku. Namun, di sisi lain aku mencoba mengeraskan hatiku agar tidak jatuh lagi. Aku takut ke-pede-an, Han. Jangan-jangan hal seperti ini wajar dia lakukan ke perempuan lain juga.”

“Sepertinya tidak, Fiska. Ini hanya tertuju padamu pula.”

“Ha? Bagaimana kamu bisa yakin, Han?”

“Karena tadi kan kamu lihat sendiri aku juga mengenakan pakaian yang mirip denganmu. Baju yang tidak sepenuhnya menutup bagian lengan sampai telapak tangan. Tapi dia tidak menegurku sama sekali.”

Fiska mulai sumringah. Sisi di mana dia meyakini bahwa Kanza menyukainya mulai memiliki timbangan yang lebih berat. Fiska dan Hana terlibat perbincangan tentang Kanza hingga sore hari. Dalam perbincangan itu, hati Fiska begitu berbunga-bunga. Hana mendukungnya untuk melanjutkan rasa itu kepada Kanza.

 

 

Bersambung……………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar