Rabu, 10 Mei 2023

Aku dan Hujan

Sore itu, Tuhan mempertemukan aku dengan peristiwa presipitasi. Tuhan tau bahwa aku menantinya. Setelah sekian lama dilanda kering hingga terasa panas jiwa raga ini, Dia menghadirkan hujan intensitas yang luar biasa. Segera aku bergegas menyapanya, bersorak gembira.

hai, hujan! Terimakasih sudah menyapaku, sampaikan terimakasih pula pada penciptamu.” Sapaku.

Seolah hujan menjawab dengan rintik yang lebih lembut membasahi seluruh tubuhku.

hujan, apa kau tau yang ku alami selama kau tak ada? Aku merasakan panas yang amat luar biasa. Apalagi ada sosok yang hadir diperjalanan hidupku. Namun, dia hadir di saat yang tidak tepat membuatku harus rela melepaskan perasaan ini” kataku mengawali cerita.

Ya, selama ini memang hujan jadi temanku bercerita. Bagiku dia amat begitu pengertian mendengarkanku berkeluh kesah apapun. Dia membuat air mataku terkamuflase. Tidak ada yang tau jika aku bersedih, dan tidak ada yang tau jika aku begitu bahagia. Namun diperjumpaan ini, aku mengawalinya dengan tangis kerinduan. Aku begitu merindukan hujan. Sesak rasanya dada ini menyimpan semuanya sendiri.

Ketika aku akan memperkenalkan seseorang yang ada di pikiranku pada hujan, tiba-tiba pandanganku tertuju pada satu sosok. Ah, jadi aku tidak perlu menceritakan bagaimana sosoknya. Hujan dapat melihat sosok itu langsung. Ternyata dia juga hadir menyapa hujan.

hujan, itulah dia. Yang selama ini menghantui pikiranku. Dari awal aku sudah tau tembok kami terlalu tinggi, tapi sapanya perhatiannya selalu terngiang. Dia terlalu baik, hujan, aku tak bisa mengendalikan perasaanku. Dia mengambil separuh hatiku. Padahal hatinya sudah penuh oleh cinta yang lain”, ceritaku sambil berurai air mata.

Aku kembali melanjutkan cerita dengan bersimpuh,”hujan andai engkau tau ketika kami bertatap, kami seolah mempunyai rasa yang sama, tapi seketika kami juga harus menepisnya. Pasti engkau akan tersenyum dan meledek aku ketika aku salah tingkah karena tiba-tiba ketauan saat menatapnya.

hujan, rasa ini begitu membahagiakan, membuatku semangat menjalani apa yang aku jalani sekarang. Tapi semakin lama aku berada di jalan ini aku juga tersiksa dengan perasaan yang tak kunjung mampu ku akhiri. Apakah aku harus tetap berdiri melalui jalan ini? Ataukah aku harus menuju jalan lain agar tak tampak sehelai rambutpun olehnya?



1 komentar: