Karena kau tak lihat terkadang
malaikat
Tak bersayap, tak cemerlang,
tak rupawan
Namun kasih ini silahkan kau
adu
Malaikat juga tahu siapa yang
jadi juaranya
Siapa
yang tak kenal lirik lagu di atas. Lagu berjudul Malaikat Juga Tau tersebut merupakan buah karya Dewi Lestari
Simangunsong atau yang lebih dikenal publik dengan nama Dee Lestari. Awal
pertama kali Dee Lestari muncul sebagai penyanyi bersama dua orang partnernya
yang terbentuk dalam RSD (Rida Sita Dewi). Demo lagu pertama mereka diciptakan
oleh Andre Hehanussa dan Adjie Soetama berjudul Antara Kita yang album pertamanya RSD dirilis pada tahun 1995,
menyusul album kedua Bertiga (1997). Album ketiga yakni Satu (1999) dan album
terakhir mereka The Best of RSD
(2002) dirilis oleh Sony Music Indonesia.
Dee Lestari
lahir di Bandung pada 20 Januari 1975. Dee merupakan anak keempat dari 5
bersaudara dari pasangan Yohan Simangunsong dan Tiurlan Siagian. Tiga saudara
perempuannya aktif di bidang seni. Kakak perempuannya, Key Mangunsong adalah
seorang sutradara dan penulis skenario. Kakak perempuan keduanya, Imelda
Rosalin adalah seorang pianis dan penyanyi jazz. Adik perempuannya, Arina
Ephipania, adalah seorang penyanyi dan merupakan vokalis band Mocca. Dee adalah
lulusan Universitas Parahyangan dengan jurusan hubungan internasional. Sejak
bergabung dengan RSD, Dee Lestari dikenal pula mahir dalam menulis lagu. Lagu
pertamanya yang berhasil masuk dapur rekaman adalah Satu Bintang Di Langit Kelam (1995). Lagu tersebut juga menjadi
salah satu hits single RSD. Lagu karya Dee berikutnya yang menjadi hits adalah Firasat yang dibawakan oleh Marcell pada
album pertamanya. Dee juga sempat mengeluarkan album Rectoverso dengan single Malaikat
Juga Tahu.
Dee
kembali booming di dunia musik ketika Dee terlibat dalam adaptasi bukunya Perahu Kertas menjadi film. Dua single
OST film tersebut, Perahu Kertas dan Tahu Diri, dipopulerkan oleh Maudy
Ayunda merupakan karya Dee Lestari. Di album yang sama, Dee juga menulis Dua Manusia (Dendy), Langit Amat Indah (Rida Sita Dewi), A New World (Nadya Fatira).
Tak
hanya menyanyi, Dee Lestari dikenal pula sebagai novelis handal. Beberapa karyanya
telah diadaptasi menjadi film seperti Filosofi
Kopi, Perahu Kertas, dan Rectoverso.
Kemampuan menulisnya sudah muncul sejak kecil. Sejak umur 9 tahun, Dee
memimpikan suatu saat nanti ketika ia pergi ke toko buku, ia akan dapat
menemukan buku yang ditulisnya sendiri. Pada tahun 1993, Dee mengikuti lomba
menulis artikel yang diadakan majalah Gadis. Dee menggunakan nama adiknya karena
tidak percaya diri. Ternyata, artikel tersebut berhasil menjadi pemenang lomba.
Beberapa tahun kemudian, kakaknya, Key Mangunsong, yang berteman dengan Hilman
Hariwijaya (Lupus), menunjukkan
cerpen Rico de Coro. Setelah membaca
karya Dee, Hilman lalu berusaha menembuskannya ke majalah remaja Mode. Syukurlah Rico de Coro mendapat sambutan hangat dari pembaca saat itu.
Pada
tahun 2000, Dee menulis sebuah buku yang menurutnya layak menjadi buku
pertamanya, yakni Supernova: Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh (KPBJ). Dee
memutuskan menerbitkan bukunya tersebut di bawah label Truedee Books karena ia tidak yakin bahwa naskahnya bisa menembus
penerbit. Tidak pernah ia bayangkan bahwa ternyata buku tersebut terjual laris.
Kemudian pada bulan Januari 2001, Supernova KPBJ terbit, dan benar-benar di
luar dugaan, karya tersebut memecahkan rekor buku terlaris dalam waktu singkat.
Sebanyak 7000 buku terjual habis dalam waktu 14 hari.
Serial
Supernova, yang sudah mencapai enam buku meliputi Akar (2002), Petir
(2004), Partikel (2012), Gelombang (2014), dan Inteligensi Embun Pagi (2016), konsisten
menduduki rak best seller nasional.
Buku Dee yang fenomenal lainnya, diantaranya Madre (2011), Kepingan
Supernova (2017), Aroma Karsa
(2018), Di Balik Tirai Aroma Karsa
(2018), dan Rantai Tak Putus (2020).
Di antara sejumlah penghargaan sastra yang pernah diperolehnya, Dee merupakan
satu-satunya penulis Indonesia yang pernah meraih dua kali gelar Book of The Year, dan dua kali mendapat gelar
Anugerah Pembaca Indonesia untuk kategori Buku Favorit dan Penulis Favorit.
Kegigihan
Dee Lestari dalam melawan ketidakpercayaan diri terhadap dirinya sendiri
membuat saya merasa terpacu semangatnya dalam hal menulis karena saya masih
tergolong baru belajar dunia kepenulisan dan masuk ke komunitas. Karya-karya
Dee Lestari amat menginpirasi dan menambah kosa kata dalam menulis terutama
karya fiksi yang berjudul Aroma Karsa.
Buku yang berjumlah 724 halaman tersebut merupakan karya Dee Lestari yang
pertama kali menarik saya untuk membacanya. Buku ini terbit tahun 2018 dengan
versi fisik maupun digital.
Di
awal membaca buku Aroma Karsa, Dee
membuat pembaca penasaran seperti apa jenis dan bentuk dari tumbuhan Puspa
Karsa. Novel ini berisi ambisi seorang Raras memburu tumbuhan Puspa Karsa,
bunga sakti yang konon mampu mengendalikan kehendak dan cuma bisa
diidentifikasi melalui aroma. Buku Aroma Karsa ditulis Dee Lestari berdasarkan
riset yang sangat matang dan petualangan yang menantang sehingga sangat rekomen
untuk dibaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar