Rabu, 14 Juni 2023

Abian dan Jembatan Pelangi Suara

Di sebuah pedesaan hidup seorang anak bernama Abian. Orang tua Abian berharap dengan kelahiran anaknya, maka keluarga akan diselimuti kegembiraan, sesuai dengan arti namanya. Benar saja, sejak kecil Abian memang membawa kebahagiaan dan keceriaan bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya.

Di usianya yang menginjak 13 tahun, Abian telah tumbuh menjadi anak yang sehat, berbakti, dan pandai bergaul. Dia mempunyai keluarga yang hangat, teman-teman yang baik, serta lingkungan yang mendukung untuk tumbuh kembangnya.

Tepat di pertengahan Juli tahun ini, Abian memasuki bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sekolahnya terletak di perbatasan antar desa dan berjarak sekitar 7 km dari rumahnya. Abian bisa menempuhnya dengan naik sepeda.

__

“Abian, ayo bangun, Nak! Sudah jam 5 saatnya bangun.” ucap ibu sambil melipat selimut yang menutupi tubuh mungil Abian.

“Iya bu, tapi Abian masih ngantuk.” tawar Abian agar dia bisa sedikit lagi melanjutkan tidurnya.

“Oke lah kalau masih mau tidur silahkan, tapi nanti kalau terlambat ke sekolah jangan ngeluh ke ibu ya?” tegas ibu mengajari anaknya resiko dari suatu keputusan yang dibuat Abian.

“Iya iya bu, Abian bangun.” jawab Abian dengan malas.

Abian kemudian bergegas mandi lalu makan bersama keluarga.

Ayah, Ibu, Kakak, dan Abian membiasakan diri selalu bangun pagi. Begitu selesai mandi, mereka menuju meja makan mungil berbentuk persegi untuk sarapan bersama. Tradisi ini diturunkan dari kakek dan nenek Abian. Mereka selalu mengajarkan penting dan sehatnya aktivitas di pagi hari.

“Abian, hari ini hari pertamamu masuk sekolah. Jangan lupa pesan ayah ibu ya! Jaga diri baik-baik karena sekolahmu sekarang lebih jauh. Hari ini kamu berangkat diantar mbak Alfi ya?” kata ayah.

Abian mengangguk seraya pamit berangkat sambil mencium tangan kedua orang tuanya.

___

Matahari telah muncul dari peraduannya. Hawa sejuk nan hangat menyapa. Sesekali Abian menarik nafas lebih dalam menikmati udara segar di desanya. Pagi itu Abian berangkat berboncengan dengan kakaknya, Alfi.

Selama diperjalanan Abian mengajukan banyak pertanyaan kepada kakaknya yang baru lulus SMA. Abian terdengar antusias dengan sekolah dan teman-teman barunya. Namun, sesekali tersirat dia takut dengan lingkungan barunya.

Melihat hal tersebut kakaknya berusaha memberikan motivasi dan menenangkan Abian. Mbak Alfi tidak menceritakan perundungan yang pernah ia dapatkan di sekolahnya dulu. Ia khawatir Abian akan takut menghadapi teman-temannya. Kemudian Mbak Alfi mencoba mengalihkan pembicaraan dengan topik lainnya.

“Dek, jalan yang kita lalui ini dulunya cuma jalan setapak dan berlumpur. Sekarang jalan itu diperlebar lagi dan diperbaiki agar bisa memudahkan akses warga saat berniaga. Coba lihat di sebelah sana! Berbeda dengan jalan ini, jalan di sebelah sana tetap dibiarkan seperti itu, asli dan alami,” terang Mbak Alfi.

“jarang ada yang mau melewati jalan itu seorang diri. Ada yang pernah menemukan keanehan di jalan itu, tepatnya di area jembatan.” tambah kak Alfi.

“Apanya yang aneh, Mbak?” tanya Abian penasaran.

“Mbak Alfi juga enggak tau. Orang-orang bilang kita bisa mendengar sesuatu yang hanya bisa didengar oleh diri kita sendiri.”

Abian penasaran dengan apa yang diceritakan Mbak Alfi. Rasanya ingin sekali berhenti sejenak untuk melihat. Namun, Mbak Alfi melarang. “Jangan, sudah enggak usah aneh-aneh”.  Mbak Alfi tetap meneruskan perjalanan tidak memperdulikan pikiran Abian yang masih penasaran dengan hal aneh itu.

__

“Assalamualaikum, selamat pagi semuanya. Perkenalkan, nama saya Abian. Saya anak kedua dari dua bersaudara. Saya mempunyai kakak perempuan. Rumah saya di desa sebelah, yaitu Desa Makmur. Senang sekali bisa berteman dengan kalian. Salam kenal.” sapa Abian dalam sesi perkenalannya.

“Abian, kalau kamu dari desa sebelah, berarti kamu melewati jembatan pelangi suara itu dong?” tanya teman Abian.

Awalnya Abian kebingungan menjawab pertanyaan temannya. Lalu ia teringat cerita kakaknya tentang jalan yang aneh yang dilewati ketika berangkat ke sekolah. Abian pun semakin penasaran dengan keanehan yang ada di jembatan tersebut. Ia pun merencanakan untuk mengunjungi jembatan tersebut.

__

Keesokan harinya, Abian meminta izin kepada ayahnya saat sarapan bersama.

“Yah, Abian berangkat sekolah naik sepeda sendiri boleh?”

“Loh Abian sudah berani naik sepeda ke sekolah sendiri? Ini masih hari kedua, apa kamu sudah hafal jalan?” tanya ayah khawatir.

“Mbak antar aja deh, dek. Ayah ibu masih belum tenang melepasmu naik sepeda sendiri ke sekolah.”

“Iya, le, diantar mbak Alfi dulu ya. Nanti kalau sudah hafal jalan dan terbiasa, Abian boleh berangkat dan pulang sendiri.” ibu pun ikut khawatir.

Hmm, baiklah kali ini rencana belum bisa dilakukan. Abian akan mencobanya di lain waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar