Sabtu, 17 Juni 2023

Abian dan Jembatan Pelangi Suara (4)

Siang itu sepulang sekolah hujan turun membasahi tanah. Terlihat gadis berparas cantik, anak salah satu perangkat desa sedang menunggu hujan reda. Tadi dia telah mengayuh sepedanya separo jalan, akan tetapi hujan membasahi tubuhnya. Dia memutuskan untuk berhenti di gazebo pinggir sawah tak jauh dari jembatan.

Hari ini tidak seperti biasanya. Teman-temannya masih mengikuti pengarahan ekstrakurikuler di sekolah, sehingga dia memutuskan untuk pulang sendiri.

Tak berselang lama, ada sepeda motor yang ikut berteduh dengannya.

Dia akhirnya tau siapa yang ikut berteduh setelah lelaki tersebut melepas helmnya.

“Oalah ternyata ayah. Ayah darimana?”

“Ayah dari kota. Tadi ayah harus membeli beberapa peralatan untuk desa dan persiapan acara 17 Agustusan.”

“Wah pasti seru acara 17-an di desa kita. Konsep acaranya gimana, Yah?”

“Hampir sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Hanya saja tahun ini ayah berencana mengadakan nobar alias nonton bareng.”

“Yey, bisa nonton bersama semua warga ya? Memangnya mau nonton apa, Yah?”

“Belum tau, soal judul filmnya belum dirembukkan dengan perangkat desa yang lain maupun dengan warga. Kamu dari sekolah? Kenapa berhenti di sini?”

“Iya, Yah. Tadu hujannya ternyata cukup deras jadi aku memutuskan berteduh saja, walaupun bajuku sudah agak basah.”

Mata lelaki paruh baya itu kemudian melihat baju putrinya. Baju seragam putih abu-abu yang dikenakannya basah membuat lekuk tubuhnya lebih terlihat. Hasrat yang tertahan lama karena istrinya dinas keluar kota selama seminggu ingin dipuaskan saat itu.

Nampaknya lelaki itu tidak peduli dengan siapa dia berhadapan. Anak yang seharusnya dia lindungi, kini menjadi santapan nafsu birahinya. Dengan bujuk rayunya sebagai seorang ayah, gadis itu pun di bawa ke bawah jembatan. Di sanalah semuanya terjadi.

Setelah memuaskan hasratnya, lelaki itu pun beranjak pulang. Dia mengambil sepeda motornya yang terparkir di gazebo dekat jembatan. Namun, gadis itu tidak ada daya menguasai tubuhnya sendiri. Dia begitu lemas dan shock dengan apa yang baru terjadi pada dirinya.

Dia menangis sejadi-jadinya. Tak menyangka ayahnya berbuat demikian. Dia pun diancam agar tidak melapor pada siapapun.

Ternyata rintihan tangis gadis itu terdengar oleh Dokter Ega yang akan masuk ke rumah. Dokter Ega mencari sumber suara dan kemudian menemukan gadis itu menangis tanpa busana. Dokter itu pun segera melepas jasnya dan dipakaikan ke gadis lemah yang ternyata bernama Lestari.

Dokter Ega menuntun Lestari ke rumah yang ia tinggali selama mengabdi di desa tersebut. Saat Dokter Ega memapah Lestari, ada Mbak Alfi yang menatap dari kejauhan. Kaget dengan apa yang ia lihat. Namun, ia tidak berani untuk mendekat. Ada rasa cemburu ketika Mbak Alfi melihat kejadian itu.

Sesampainya di rumah, Dokter Ega menenangkan Lestari dan mengambilkannya air putih serta baju yang lebih layak. Setelah semuanya tenang, Dokter Ega mengorek informasi dari Lestari tentang apa yang sebenarnya terjadi.

“Siapa yang melakukan itu?”

“Dia… emm… dia…”

“Tidak usah takut, aku akan berusaha mencari jalan keluar. Aku tidak akan menyebutkan nama itu ke orang lain. Aku akan berusaha menyembunyikan yang aku tau sebisaku.”

Lestari kemudian bercerita tentang apa yang dia alami. Termasuk menyebutkan nama ayah tirinya yang tega berbuat seperti itu.

Betapa kagetnya Dokter Ega dengan apa yang baru saja ia dengar. Lelaki bejat itu ternyata adalah kepala desa, Pak Ali. Sosok Pak Ali begitu dihormati Dokter Ega karena kebijakan-kebijakan beliau yang luar biasa, cara beliau berinteraksi dengan warga, dan ide kreatifnya yang memajukan desa. Sekarang rasa hormat itu runtuh.

__

Dua bulan setelah kejadian itu, Lestari mengalami mual dan muntah.

“Nduk, kamu baik-baik saja?” tanya ibu Emi, ibu dari Lestari yang sudah pulang dinas.

“Tidak apa-apa bu. Mungkin hanya masuk angin biasa.” jawab Lestari dengan khawatir karena dia teringat jadwal menstruasinya yang sudah terlambat 2 minggu.

Pulang sekolah Lestari pergi ke apotek arah ke kota. Dia membeli alat tes kehamilan. Kemudian dia bergegas melakukan tes di kamar mandi yang tersedia di apotek tersebut.

Setelah menunggu beberapa detik, ternyata muncul garis dua berwarna merah dari alat tersebut. Garis dua itu menandakan bahwa Lestari telah positif hamil.

Lestari berusaha mengontrol dirinya agar dia bisa pulang dalam keadaan tenang dan baik-baik saja walaupun pikirannya sedang kalut.

Lestari kemudian menghubungi ayah tirinya mengabarkan hal itu. Namun, ayahnya meminta Lestari menggugurkan kandungannya. Lestari menolak. Walaupun yang dikandungnya adalah bayi hasil perbuatan tidak senonoh ayah tirinya, tapi dia tidak ingin melakukan dosa dengan membunuh janinnya.

Lestari mengayuh sepedanya ke rumah. Namun, sesampainya di jembatan, dia dihadang oleh beberapa pemuda bertopeng. Mereka berusaha membunuh Lestari. Mayat Lestari akan dihanyutkan ke sungai. Akan tetapi, kedatangan Dokter Ega membuat penjahat tersebut kabur duluan.

Dokter Ega beranjak ke bawah jembatan karena melihat sepeda Lestari yang terparkir di pinggir jembatan. Dokter Ega berusaha mencari Lestari namun tidak ada sahutan suara dari Lestari. Hingga akhirnya Dokter Ega menemukan Lestari berlumuran darah.

Tanpa basa basi, Dokter Ega memeriksa Lestari. Dia berharap nyawa Lestari masih bisa diselamatkan. Namun, ternyata tidak. Dokter Ega tidak menemukan denyut jantung Lestari sama sekali.

Dokter Ega menggendong Lestari dan akan membawanya ke puskemas terdekat. Di saat yang sama pula rombongan polisi, Pak Ali, dan perangkat desa beserta warga datang. Mereka menyaksikan Dokter Ega bersama mayat Lestari.

___

“Jadi, Dokter Ega bukan pelakunya?” tanya Abian ke jembatan pelangi.

“Bukan, Dokter Ega saat itu berada pada tempat yang salah dan di waktu yang tidak tepat.”

“Lalu sekarang di mana Dokter Ega?” Abian penasaran.

“Dia di penjara.”

“Apa? Apakah tidak ada satupun yang menyadari kejanggalan peristiwa itu?

“Satu-satunya yang bisa mengungkap adalah diary yang dimiliki oleh Lestari. Dia selalu menyimpannya di tas. Namun, saat kejadian, diary itu tidak ada yang menemukan. Hingga akhirnya kakakmu, Mbak Alfi yang menemukannya.”

“Tapi, kenapa Mbak Alfi diam saja?”

“Kakakmu tidak tuntas membaca diary itu. Dia langsung menutup dan menyimpan diary itu begitu tau Lestari mengungkapkan rasa sayangnya pada Dokter Ega dalam diarynya.”

Abian kemudian bergegas menuju ke rumahnya. Dia langsung menanyakan hal itu kepada Mbak Alfi. Mbak Alfi yang sedikit kaget sekaligus marah pun akhirnya bersedia menceritakan apa yang terjadi menurut versi dia dan memberikan diary Lestari kepada Abian.

Abian dan Mbak Alfi pun terperanga membaca diary itu. Mereka kemudian berdiskusi tentang apa yang harus mereka lakukan. Akhirnya mereka memutuskan untuk melaporkannya kepada kepolisian tempat Dokter Ega ditahan.

Dari laporan Abian dan Mbak Alfi, polisi melakukan penyelidikan ulang. Setelah proses yang rumit, mereka menetapkan bahwa tersangka sebenarnya adalah Pak Ali, mantan kepala desa. Kemudian pihak kepolisian membebaskan Dokter  Ega yang dulu tidak mempunyai bukti kuat untuk melakukan pembelaan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar