I am Sarahza, pertama kali rilis pada bulan April 2018 lalu. Saat mengetahui buku ini akan rilis saya langsung bergerak cepat untuk mendapatkan pemesanan eksklusifnya. Ketika itu pemesanan pre order akan mendapatkan tanda tangan penulisnya, Hanum Salsabiela Rais. Rilisnya buku ini sekaligus sebagai kado ulang tahun bagi ayahnya, Amien Rais.
Cuplikan dan sinopsis dari buku I am Sarahza amat menarik
bagi saya. Apalagi ketika itu saya yang termasuk pengantin baru belum
dikaruniai anak setelah 4 bulan menikah. “Sudah isi kah?”. Entah sudah berapa
pertanyaan yang sudah saya terima sejak menikah terkait momongan.
Bulan April adalah hari ulang tahun saya. Pinta saya pada
Tuhan, bulan ini saya ingin dihadiahi seorang keturunan. Namun, Tuhan belum
mengizinkan. Melalui buku ini seolah saya dirangkul oleh sesama pejuang garis
dua.
I am Sarahza memberi kekuatan bagi pejuang garis dua untuk
tidak pernah putus asa. Mengingatkan untuk tetap berjuang. Menasihati untuk
tidak melupakan faktor penentu utama dari segala ikhtiar yang telah dilakukan.
Dari buku I am Sarahza kita akan mendapatkan sisi lemah dan
kuatnya sebagai istri, support suami yang begitu besar, serta hangatnya dekapan
orang tua yang masih setia mendampingi perjuangan anak dan menantunya tanpa
banyak ikut campur.
Di mana ada harapan
Di situ ada kehidupan
Dua kalimat pembuka yang tertulis di cover buku itu memiliki
makna yang begitu dalam bagi saya. Buku yang ditulis oleh Hanum Rais dan
suaminya, Rangga Almahendra ini mengisahkan perjuangan mereka dari tahun
pertama menikah hingga tahun kesebelas saat Sarahza hadir ke dunia.
Dalam buku ini Hanum Rais menampilkan tiga sudut pandang
dalam bercerita. Dari sudut pandangnya, suaminya, bahkan sang anak, Sarahza
juga turut bercerita secara fiktif. Di Lauhul Mahfuzh dia menceritakan
bahagianya dia di sana. Dia meyakini bahwa jika kedua orang tuanya
menginginkannya sepenuh hati maka takdir mereka bertiga akan semakin kuat.
Betapa saya langsung membayangkan anak yang nantinya
ditakdirkan untuk saya kandung. Kapan dia akan hadir? Sudah pantaskah saya
mengemban amanah itu?
Petualangan cerita untuk mempunyai buah hati dari pasangan
ini mulai di tahun kedua saat sang suami, Rangga mendapatkan beasiswa ke
Vienna.
Congratulation for the doctoral scholarship from Vienna
University of Economics and Business (WU Vienna), begitu petikan surat
elektronik yang diterima Rangga.
Sempat terjadi perbincangan yang amat serius saat berbicara
terkait beasiswa, keikutsertaan hanum, serta anak. Saat itu karir Hanum di
dunia TV sedang bagus-bagusnya. Seketika itu pula Rangga keterima di Vienna. Rangga
juga membicarakan tentang anak. Namun, gayung tak bersambut. Hanum masih egois
dengan karirnya. Dia belum rela melepas masanya “hanya” demi anak.
Keegoisan seorang Hanum Rais diruntuhkan oleh nasihat bijak
dan menyentuh dari kedua orang tuanya. Ketika membacanya saya merasakan
hangatnya keluarga yang diciptakan di rumah seorang Amien Rais. Terasa amat berbeda
dengan ketika seorang Amien Rais yang sedang mengkritisi pemerintahan maupun
ketika sedang berpolitik.
Family is priority.
Family must come first whatsoever.
Bumi Allah itu luas, berkarya bisa di mana saja.
Jadi perempuan pembahagia suami itu lebih konkret daripada
apapun yang dikejar di dunia ini.
Kamu mungkin mengejar menjadi wanita terhormat versimu.
Akan tetapi, kamu membengkalaikan suamimu dalam keadaan
tidak hormat.
Di tahun ketiga akhirnya pasangan tersebut akhirnya hidup
bersama. Hanum Rais fokus menapaki karir ibu rumah tangganya sambil mengisi
gelas kosongnya di Wina. Mereka juga memulai petualangan serius untuk berjuang
program hamil dengan cara inseminasi.
Beberapa kali inseminasi namun masih gagal, membuat hati
seorang wanita patah sepatah-patahnya. Begitu pentingnya support seorang suami.
Hal ini lah yang benar-benar dilakukan Rangga. Dia menemani bahkan membesarkan
hati Hanum Rais yang lagi-lagi menadapati dirinya menstruasi.
Dari cerita yang dipaparkan saya begitu merasakan betapa besarnya
peran Rangga dalam hidup Hanum Rais. Lelaki yang amat bertanggung jawab, memikirkan
detail istrinya secara lahir batin, bahkan termasuk karir istrinya. Di saat hal
yang diinginkannya pun belum bisa terwujud, dia menjadi garda terdepan
menyemangati istrinya. Dia tidak boleh terlihat lemah di depan Hanum.
Kegagalan inseminasi tersebut akhirnya mengantarkan Hanum
Rais lebih intens bercengkrama dengan perpustakaan, buku, dan komputer. Hingga pada
tahun kelima pernikahan, pasangan tersebut melahirkan buku pertamanya berjudul
99 Cahaya Di Langit Eropa.
Boomingnya buku ini membuat sedikit terlupakan tentang anak.
Hingga akhirnya Hanum Rais dan Rangga memutuskan untuk menerima saran dari ibu
melakukan program bayi tabung.
Perjuangan bayi tabung yang merupakan cara paling mutakhir
ternyata masih saja gagal. Keterpurukan benar-benar hadir dalam diri Hanum
Rais. Dia amat terpukul dengan kabar yang diterimanya dari tempatnya IVF (In
Vitro Fertilization). Lalu, bagaimana akhirnya pasangan ini bisa mendapatkan
Sarahza dalam hidup mereka?
Buat yang penasaran dengan kelanjutan ceritanya bisa membeli
buku I am Sarahza, tentunya dengan versi aslinya ya! Malu dong kalau beli versi
bajakan!
Judul Buku : I
am Sarahza
Penulis :
Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra
Penerbit :
Republika
Terbit : April 2018
ISBN :
9-786025-734212
Tidak ada komentar:
Posting Komentar