Minggu, 15 Oktober 2023

Review Mendidik Anak dengan Cinta Karya Irawati Istadi

 

Seorang ayah menaruh majalah yang dibaca ketika menerima secarik kertas dari anaknya. Dalam lembaran tersebut tertulis “Saya berjanji tidak akan mencuri uang lagi”. Sejurus kemudian wajah sang ayah berubah drastis. Matanya langsung menyala dengan garangnya. “Dasar anak bandel, apalagi yang kamu perbuat hari ini? apa belum puas membuat ayahmu malu?”

Sang ayah merenggut badan anaknya dengan kasar agak mendekat. “Dasar anak tak tahu aturan! Pencuri! Masih kecil sudah pandai mencuri, mau jadi apa kalau sudah besar nanti? Mau jadi perampok? Memalukan!”

Sepintas respon sang ayah terhadap anaknya yang ketauan mencuri uang milik temannya tersebut merupakan hal yang wajar. Anak yang baru saja duduk di bangku kelas 5 SD sudah berani melakukan tindakan tercela sehingga membuatnya kecewa dan marah. Namun, dari segi pendidikan, reaksi tersebut tidak bisa dibenarkan.

Ketika seorang anak salah, maka seharusnya ayah bisa membedakan antara pribadi anak dan perilaku yang dikerjakannya. Pencuri adalah mereka yang memang jahat dan pekerjaannya mencuri. Namun, pencurian tidak hanya bisa dilakukan oleh seorang pencuri, melainkan juga bisa dilakukan oleh seorang anak baik-baik, ketika mungkin satu kali dia sedang khilaf dan dia tidak terus menerus mencuri sehingga tidak pantas jika dia disebut pencuri.

Lalu bagaimana seharusnya sang ayah bereaksi dengan perilaku tercela anaknya tersebut? Sebaiknya sang ayah bertanya alasan dibalik perilaku anaknya. Ayah akan lebih bijak jika mendekati anak, menggali hal yang mendorong dia mencuri kemudian memvalidasi perasaannya. Secara fitrah, anak yang dihargai dan diberi kepercayaan selanjutnya akan lebih terbuka mengungkapkan isi hatinya. Ketika anak sudah merasakan hal tersebut, maka kita sebagai orang tua juga lebih mudah dalam memberikan nasehat. Betapa pun besar kesalahan perilaku itu, jangan sampai mengubah konsep penghargaan orang tua terhadap pribadi anak.

 -----------------------------------------------------------------------------------------------------

Salah satu kasus yang saya angkat di atas adalah kutipan kasus yang diangkat dalam buku berjudul Mendidik Anak dengan Cinta karya Irawati Istadi. Beliau yang juga berprofesi dengan psikolog membeberkan berbagai pengalamannya serta lingkungan sekitarnya dalam mendidik anak dengan cinta didasarkan kepada Al-Qur’an dan Al-Hadis.

Pedidikan agama menjadi fokus perhatian Irawati ketika menempuh kuliah di ITS. Beliau juga mengajar di pesantren Hidayatullah Surabaya. Dari suaminya yang lulusan IKIP dan diperkuat dengan kelahiran keenam buah hatinya inilah penulis lebih banyak lagi mempelajari segala sesuatu tentang pendidikan anak. Dari celotehan dan pikiran lugu anak-anaknya, penulis mendapatkan pelajaran berharga tentang praktik mendidik anak. Jatuh bangun, suka duka membesarkan dan mendidik putra-putrinya inilah yang mewarnai sebagian besar isi buku ini.

Dalam buku ini sebagai orang tua akan diajak untuk lebih mengenal anak dari ranah keimanan. Mendidiknya dengan penuh cinta bukanlah memberikan apa saja yang anak mau, akan tetapi memberikan apa yang anak butuhkan dalam kehidupannya kelak. Ketika mendidik dengan cinta, maka pola mendidik anak akan meletakkan cinta dan kasih sayang kita sebagai orangtua menjadi modal utama dalam membesarkan, merawat, dan membimbing buah hati kita.

Bagi saya pribadi yang masih suka sumbu pendek dan meledak-ledak dalam merespon berbagai tingkah anak, buku ini menjadi sebuah alarm. Melalui buku ini, saya mendapatkan sebuah reminder yang membuat saya bermuhasabah. Saya diingatkan untuk bisa lebih sabar, ikhlas, dan menerima berbagai tingkah menggemaskan anak. Apalagi jika mengingat bahwa ibu adalah madrasah pertama anak. Sudah seharusnya kita mengisi rumah yang didalamnya terdapat banyak muatan cinta dan energi positif yang harus dialirkan ke seluruh anggota keluarga.

Buku ini ditulis dengan pemahaman sederhana bahwa kesadaran para orangtua patut ditumbuhkan terkait kesalahan-kesalahan tanpa sengaja yang selama ini kerap dilakukan. Buku ini mencoba menguak seribu satu peluang yang sebenarnya bertebaran di sela-sela kehidupan orangtua dengan anak, yang sekilas tampak remeh, tetapi ternyata bisa dimanfaatkan untuk mengajarkan dasar-dasar ketauhidan, pendidikan akhlak yang mulia, serta kematangan berpikir.

Berbagai kasus dan peristiwa yang disampaikan dalam buku ini juga diulas sesuai dengan keseharian kita serta dengan bahasa keseharian yang lugas. Hal ini akan membuat kita seolah tengah membaca potret kehidupan kita sehari-hari. Dengan memahami bahasa cinta yang diajarkan dan dicontohkan dalam Islam, diharapkan para orangtua akan bisa meningkatkan kualitas pendidikan kepada anak-anaknya sehingga hasilnya pun menjadi generasi semakin berkualitas.

 

Judul: Mendidik dengan Cinta

Penulis: Irawati Istadi

Penerbit: Pro-U Media

Tahun terbit: 2016

Jumlah hal: 388

Minggu, 08 Oktober 2023

Review Buku - Melek Sejarah dan Politik dari Satu Dasawarsa Masa SBY

Berdasarkan vote di event Reading Challenge Competition (RCO) 2023 di pekan ke 3, buku bertema SEJARAH lebih unggul peminat dibandingkan BIOGRAFI. "Hmm, pekan ketiga yang berat bahasannya", pikirku saat itu.

(Dan benar saja, tidak hanya bukunya yang bertema sejarah, proses penyelesaian halaman demi halaman pun juga amat bersejarah. Membaca bacaan dengan pembahasan berat, ditemani rasa sakit yang mulai melanda di hari kedua membaca. Anakpun kompak ikut sakit. Hingga menjelang finishing, rumah sakitlah menjadi tempat menghabiskan sisa halaman serta proses penulisan reviewnya).

Hari senin segera mencari buku via iPusnas, perpustakaan sekolah, dan beberapa teman. Akhirnya secara random terpilihlah satu judul buku yaitu 10 Tahun Bersama SBY. Berasa pas dengan atmosfer dunia politik yang sudah mulai bergulir di Indonesia. Dibuktikan dengan sudah mulai banyaknya iklan-iklan politik, baliho, maupun gaungan janji-janji manis yang menyasar hingga ke pelosok desa.


Buku 10 Tahun Bersama SBY launching di Hotel Bumi Minang Padang pada Hari Jumat, 21 November 2014. Buku bernuansa biru ini ditulis oleh Guru Besar Hukum Tata Negara dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas bernama Saldi Isra.

Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., M.P.A. lahir pada 20 Agustus 1968. Beliau merupakan akademisi dan hakim Indonesia. Beliau menjabat sebagai Hakim Konstitusi Republik Indonesia mulai 11 April 2017. Saldi Isra sangat aktif dalam dunia kepenulisan baik itu di berbagai media cetak nasional antara lain Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Republika, The Jakarta Post, Seputar Indonesia, majalah Tempo, dan majalah Gatra. Selain itu beliau juga telah menghasilkan banyak karya buku, jurnal ilmiah, maupun makalah dalam seminar nasional dan internasional.

Track record penulis yang luar biasa ini benar-benar tercermin dari cara beliau menulis peristiwa demi peristiwa yang terjadi saat pemerintahan SBY. Buku bersampulkan foto SBY ini berisi catatan dan refleksi dua periode kepemimpinan SBY sebagai Presiden RI ke-6 yang dipilih langsung oleh rakyat Indonesia dalam dua pemilihan langsung. Di dalam buku diulas berbagai aspek kepemimpinan SBY selama satu dasawarsa masa kepresidenannya. Buku ini masuk pula dalam salah satu koleksi di Perpustakaan Kepresidenan.

Selama menjabat sebagai presiden, SBY banyak menghadapi tantangan bersifat global maupun tantangan yang belum diselesaikan oleh Presiden sebelumnya. Gaya kepemimpinan SBY yang tenang, mampu menginspirasi sebagai sosok pemimpin yang mempunyai kharisma dan dapat membuat banyak orang percaya terhadap cara kepemimpinan beliau.

Buku yang bersumber naskah dari berbagai media cetak ini memiliki 266 halaman yang terdiri dari lima bab. Lima bab tersebut berisi:
1. SBY dan harapan awal
2. SBY dan pemberantasan korupsi
3.SBY dan DPR
4. SBY dan kabinet
5. SBY dan partai demokrat

Saldi Isra menuliskan dengan amat runut dan detail mulai dari tak kunjung terwujudnya harapan awal rakyat saat SBY pertama kali terpilih sebagai presiden melalui pemilu presiden langsung pada 2004, hingga berbagai masalah korupsi yang melibatkan para menteri kabinetnya, para politikus di DPR, bahkan para pengurus Partai Demokrat sendiri.

Selain itu, di dalam buku ini tersemat pula apresiasi terhadap kepemimpinan SBY. Contohnya saat langkah awal SBY mengeluarkan inpres percepatan pemberantaasan korupsi.

Catatan dan refleksi dua periode kepemimpinan SBY dapat menjadi pelajaran bagi presiden selanjutnya. Tak hanya itu, diharapkan pula para pimpinan partai juga mampu melakukan refleksi agar pemerintahan yang dibangun benar-benar sepenuhnya untuk rakyat, bukan sekadar untuk mencari periuk nasi bagi para elite partai-partai politik.

Buku ini pantas dibaca oleh para ilmuwan, politikus, mahasiswa khususnya hukum dan politik, serta semua kalangan yang peduli pada nasib negara Indonesia.

Judul : 10 Tahun Bersama SBY
Penulis : Saldi Isra
Penerbit : Kompas
Tahun Terbit : 2014
Tempat Terbit: Jakarta
Jumlah Halaman : 266 halaman